Rabu, 15 Juni 2011

Jenis Konsep Diri

Konsep diri menurut James F Calhoun dan Joan Ross Acocella (1995: 72-74) jenisnya ada 2 yaitu konsep diri negatif dan konsep diri positif.
  1. Konsep diri negative. Muncul karena pandangan seseorang tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur. Dia tidak tahu apa kekuatan dan kelemahannya/ apa yang dia hargai dalam hidupnya dan juga konsep diri yang terlalu teratur dengan kata lain kaku. Hal ini terjadi mungkin karena di didik dengan sangat keras sehingga individu tersebut menciptakan citra diri yang tidak mengijinkan adanya penyimpangan dari hukum yang keras dan kaku yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat. Dalam kaitannya dengan penilaian diri, konsep diri yang negatif merupakan penilaian negatif terhadap diri sendiri. Apapun yang diperoleh tampaknya tidak berharga dibandingkan dengan apa yang diperoleh orang lain. Jadi ciri konsep diri yang negatif adalah pengetahuan yang tidak tepat tentang diri sendiri, harapan yang tidak realistis dan harga diri yang rendah. Ciri orang yang memiliki konsep diri negatif adalah:
    1. Individu mudah untuk marah dan naik pitam serta tahan terhadap kritikan yang diterimanya.
    2. Individu responsif sekali terhadap pujian yang diberikan oleh orang lain pada dirinya.
    3. Individu tidak pandai dan tidak sanggup untuk mengungkapkan penghargaan/ pengakuan kelebihan yang dimiliki oleh orang lain.
    4. Individu cenderung merasa tidak disenangi olah orang lain.
    5. Individu bersikap pesimis terhadap kompetisi, keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi (Jalaludin Rahmat, 1996: 105).
  2. Konsep diri positif. Orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri. Konsep diri positif cukup luas untuk menampung seluruh pengalaman seseorang, maka penilaian tentang dirinya sendiri secara apa adanya. Hal ini tidak berarti bahwa dia tidak pernah kecewa terhadap dirinya sendiri. Dengan menerima dirinya sendiri, dia juga dapat menerima orang lain. Orang dengan konsep diri positif akan mempunyai harapan dan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan dirinya dan realistis. Artinya memiliki kemungkinan besar untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri positif adalah:
1.      Dapat menerima dan mengenal dirinya dengan baik
2.      Dapat menyimpan informasi tentang dirinya sendiri baik itu informasi yang positif maupun yang negatif. Jadi mereka dapat memahami dan menerima fakta yang bermacamacam tentang dirinya.
3.      Dapat menyerap pengalaman masalahnya.
4.      Apabila mereka memiliki pengharapan selalu merancang tujuan-tujuan yang sesuai dan realistis.
5.      Selalu memiliki ide yang diberikannya pada kehidupannya dan bagaimana seharusnya dirinya mendekati dunia.
6.      Individu meyadari bahwa tiap orang memiliki perasaan, keingimana dan perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat (James F Calhoun, 1995: 72-74)

Literature

Calhoun, James F dan Acocella, J.R. 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan (terjemahan RS Satmoko). Semarang: IKIP Semarang Press

Rakhmat Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Bandung, 1996, Remaja Rosdakarya

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukkan Konsep Diri

Konsep diri bukanlah faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan dibentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu lain. Setiap individu itu akan menerima tanggapan-tanggapan. Tanggapan tanggapan yang diberikan tersebut akan dijadikan cermin menilai dan memandang dirinya.
Orang yang pertama kali dikenal oleh individu adalah orang tua dan anggota yang ada dalam keluarga. Setelah individu mampu melepaskan diri dari ketergantungannya dengan keluarga, ia akan berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas sehingga akan membentuk suatu gambaran diri dalam individu tersebut. Terbentuknya konsep diri seseorang berasal dari interaksinya dengan orang lain GH Mead (Clara R Pudijogyanti, 1995: 12) mengatakan bahwa:
Konsep diri merupakan produk sosial yang dibentuk melalui proses internalisasi dan organisasi pengalaman-pengalaman psikologis. Pengalaman psikologis ini merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan fisiknya dan refleksi dari dirinya yang diterima dari orang-orang penting disekitarnya.
Individu semenjak lahir dan mulai tumbuh mula-mula mengenal dirinya dengan mengenal dahulu orang lain. Saat kita masih kecil, orang penting yang berada disekitar kita adalah orang tua dan saudara-saudara. Bagaimana orang lain mengenal kita, akan membentuk konsep diri kita, konsep diri dapat terbentuk karena berbagai faktor baik dari faktor internal maupun eksternal. Faktor-faktor tersebut menjadi lebih spesifik lagi dan akan berkaitan erat sekali dengan konsep diri yang akan dikembangkan oleh individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri tersebut yaitu:
  1. Keadaan fisik. Keadaan fisik seseorang dapat mempengaruhi individu dalam menumbuhkan konsep dirinya. Individu yang memiliki cacat tubuh cenderung memiliki kelemahan-kelemahan tertentu dalam memandang keadaan dirinya, seperti munculnya perasaan malu, minder, tidak berharga dan perasaan ganjil karena melihat dirinya berbeda dengan orang lain.
  2. Kondisi keluarga. Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam membentuk konsep diri anak. Perlakuanperlakuan yang diberikan orang tua terhadap anak akan membekas hingga anak menjelang dewasa dan membawa pengaruh terhadap konsep diri anak baik konsep diri ke arah positif atau ke arah negatif. Cooper Smith dalam Clara R Pudjijogyanti (1995: 30-31) menjelaskan bahwa kondisi keluarga yang buruk dapat menyebabkan konsep diri yang rendah. Yang dimaksud dengan kondisi keluarga yang buruk adalah tidak adanya pengertian antara orang tua dan anak, tidak adanya keserasian hubungan antara ayah dan ibu, orang tua yang menikah lagi, serta kurangnya sikap menerima dari orang tua terhadap keberadaan anak-anak. Sedangkan kondisi keluarga yang baik dapat ditandai dengan adanya intregitas dan tenggang rasa yang tinggi serta sikap positif dari anggota keluarga. Adanya kondisi semacam itu menyebabkan anak memandang orang tua sebagai figur yang berhasil dan menganggap orang tua dapat dipercaya sebagai tokoh yang dapat mendukung dirinya dalam memecahkan seluruh persoalan hidupnya. Jadi kondisi keluarga yang sehat dapat membuat anak menjadi lebih tegas, efektif, serta percaya diri dalam mengatasi masalah kehidupan dirinya sebagai pembentuk kepribadiannya.
  3. Reaksi orang lain terhadap individu. Dalam kehidupan sehari-hari, orang akan memandang individu sesuai dengan pola perilaku yang ditunjukkan individu itu sendiri. Harry Stack Sullivan (Jalaludin Rakhmat, 1996: 101) menjelaskan bahwa jika kita diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan diri kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita cenderung akan membenci diri kita.
  4. Tuntutan orang tua terhadap anak. Pada umumnya orang tua selalu menuntut anak untuk menjadi individu yang sangat diharapkan oleh mereka. Tuntutan yang dirasakan anak akan dianggap sebagai tekanan dan hambatan jika tuntutan tersebut ternyata tidak dapat dipenuhi oleh anak. Selain itu sikap orang tua yang berlebihan dalam melindungi anak akan menyebabkan anak tidak dapat berkembang dan mengakibatkan anak menjadi kurang tingkat percaya dirinya dan memiliki konsep diri yang rendah.
  5. Jenis kelamin, ras dan status sosial ekonomi. Konsep diri dapat dipengaruhi oleh ketiga hal tersebut. Clara R Pudjijogyanti (1995: 29) memberikan pendapatnya melalui penelitian-penelitian para ahli bahwa berbagai hasil penelitian yang dilakukan tersebut membuktikan bahwa kelompok ras minoritas dan kelompok sosial ekonomi rendah cenderung mempunyai konsep diri yang rendah dibandingkan dengan kelompok ras mayoritas dan kelompok sosial ekonomi tinggi, selain itu untuk jenis kelamin terdapat perbedaan konsep diri antara perempuan dan laki-laki. Perempuan mempunyai sumber konsep diri yang bersumber dari keadaan fisik dan popularitas dirinya, sedangkan konsep diri laki-laki bersumber dari agresifitas dan kekuatan dirinya. Dengan kata lain, wanita akan bersandar pada citra kewanitaannya dan laki-laki akan bersandar pada citra kelaki-lakiannya dalam membentuk konsep dirinya masing-masing.
  6. Keberhasilan dan kegagalan. Konsep diri dapat juga dipengaruhi oleh keberhasilan atau kegagalan yang telah dialaminya. Keberhasilan dan kegagalan mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosialnya dan ini berarti mempunyai pengaruh yang nyata terhadap konsep dirinya. Keberhasilan akan mewujudkan suatu perasaan bangga dan puas akan hasil yang telah dicapai dan sebaliknya rasa frustasi bila menjadi gagal.
  7. Orang-orang yang dekat dengan kita. Tidak semua individu mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri kita. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat dengan kita, yaitu yang disebut significant others, yaitu orang lain yang sangat penting. Mereka adalah orang tua, saudara dan orang yang tinggal satu rumah dengan kita. Dari mereka secara perlahan-lahan kita membentuk konsep diri kita. Senyuman, pujian, penghargaan, pelukan mereka menyebabkan kita menilai diri secara positif. Tetapi ejekan, cemoohan, hardikan membuat kita menilai memandang diri secara negatif.


Dalam dimensi perkembangan, significant others meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku, pikiran dan perasaan kita. Mereka mengarahkan tindakan kita, membentuk pikiran dan menyentuh kita secara emosional. Ketika kita tumbuh dewasa kita mencoba menghimpun penilaian semua orang yang pernah berhubungan dengan kita. Pandangan diri kita tentang keseluruhan pandangan orang lain terhadap kita disebut “generalized others”. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, daapt disimpulkan bahwa konsep diri tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik itu faktor dari dalam individu itu sendiri seperti keadaan fisik, keadaan keluarga, persepsi orang terhadap diri kita, tuntutan orang tua terhadap anak, orang-orang yang dekat dalam lingkungan kita, dan persepsinya terhadap keberhasilan dan kegagalan.

Literature

Rakhmat Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Bandung, 1996, Remaja Rosdakarya

Pudjijogyanti, Clara R. 1995. Konsep Diri dalam Pendidikan. Jakarta: PT Arcan

Pembentukan Konsep Diri


Joan Rais dalam Singgih Dirga Gunarsa (2003: 237-240) mengungkapkan bahwa konsep diri terbentuk berdasarkan persepsi seseorang mengenai sikapsikap orang lain terhadap dirinya. Pada seorang anak, ia mulai belajar berpikir dan merasakan dirinya seperti apa yang telah ditentukan oleh orang lain dalam lingkungannya, misalnya orang tuanya, gurunya ataupun teman-temannya. Sehingga apabila seorang guru mengatakan secara terus menerus pada seorang anak muridnya bahwa ia kurang mampu, maka lama kelamaan anak akan mempunyai konsep diri semacam itu.
Pada dasarnya konsep diri tersusun atas tahapan-tahapan, yang paling dasar adalah konsep diri primer, di mana konsep ini terbentuk atas dasar pengalamannya terhadap lingkungan terdekatnya, yaitu lingkungan rumahnya sendiri. Pengalaman-pengalaman yang berbeda yang ia terima melalui anggota rumah, dari orang tua, nenek, paman ataupun misalnya saudara-saudara sekandung yang lainnya. Konsep tentang bagaimana dirinya banyak bermula dari perbandingan antara dirinya dengan saudara-saudara yang lainnya. Sedang konsep tentang bagaimana perannya, aspirasi-aspirasinya ataupun tanggungjawabnya dalam kehidupan ini, banyak ditentukan atas dasar didikan ataupun tekanantekanan yang datang dari orang tuanya. Setelah anak bertambah besar, ia mempunyai hubungan yang lebih luas daripada hanya sekedar hubungan dalam lingkungan keluarganya. Ia mempunyai lebih banyak teman, lebih banyak kenalan dan sebagai akibatnya ia mempunyai lebih banyak pengalaman. Akhirnya anak akan memperoleh konsep diri yang baru dan berbeda dari apa yang sudah terbentuk dalam lingkungan rumahnya, dan menghasilkan suatu konsep diri sekunder.
Konsep diri sekunder terbentuk banyak ditentukan oleh bagaimana konsep diri primernya. Apabila konsep diri primer yang dipunyai seseorang adalah bahwa ia tergolong seagai orang yang pendiam, penurut, tidak nakal atau tidak suka untuk mambuat suatu keributan-keributan, maka ia akan cenderung pula memilih teman bermain yang sesuai dengan konsep diri yang sudah dipunyainya itu dan teman-teman arunya itulah yang nantinya menunjang terentuknya konsep diri sekunder.
Maslow (1970: 69-80) mengemukakan lima buah teorinya mengenai kebutuhan-kebutuhan individu yang akan mempengaruhi perilakunya. Lima klasifikasi tersebut dengan istilah “hierarchy of needs” yang terdiri dari:
  1. The psycological needs, yaitu kebutuhan yang bersifat fisiologis misalnya makan, minum dan lain sebagainya.
  2. The safety needs, yaitu kebutuhan akan rasa aman, tenang, dilindungi dan bebas dari rasa takut.
  3. The belonginess and love needs, yaitu kebutuhan akan perasaan atau afeksi dalam berhubungan dengan orang lain, perasaan memiliki dan di sayangi serta dicintai.
  4. The esteem needs, yaitu kebutuhan akan harga diri, prestise dan prestasi, status, perasaan berguna dan menghargai sesama.
  5. The needs for self actualization, kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Di dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut, setiap individu menunjukkan bentuk perilaku yang berbeda-beda dan tertentu. Bentuk perilaku tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan akhirnya menjadi karakteristik dirinya yang disebut dengan sifat. Sifat-sifat tersebut kemudian akan terorganisir dalam suatu bentuk karakteristik yang unik dan khas dari kebiasaannya.

Literature

Gunarsa, Singgih D. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia

Maslow, A.H. 1970. Motivation and Personality. New York: Harper & Row

Pengertian Konsep Diri

Definisi konsep diri menurut para tokoh sangat beragam artinya. Rochman Natawidjaya (1979: 102) menjelaskan bahwa “konsep diri adalah persepsi individu tentang dirinya, kemampuan dan ketidakmampuannya, tabiat-tabiatnya, harga dirinya dan hubungannya dengan orang lain”.
Konsep diri juga merupakan “gambaran mental diri sendiri yang terdiri dari pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan diri dan penilaian terhadap diri sendiri” (James F Calhoun, 1995: 90). Pengertian konsep diri menurut Jalaludin Rahmat (1996: 125) yaitu “Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita, persepsi ini boleh bersifat psikologis, sosial dan psikis. Konsep diri bukan hanya gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian kita”. Pengertian konsep diri dalam istilah umum mengacu pada persepsi seseorang mengenai dirinya sendiri. Persepsi ini terbentuk melalui kesimpulan-kesimpulan yang diambil berdasarkan pengalaman penglaman dan persepsi-persepsi terutama dipengaruhi oleh reward dan punishment yang diberikan oleh seseorang yang berarti dalam kehidupannya.
Menurut Hurlock (1994) yang dimaksud konsep diri adalah kesan (image) individu mengenai karakteristik dirinya, yang mencakup karakteristik fisik, sosial, emosional, aspirasi dan achievement. Clara R Pudjijogyanti (1995: 2) berpendapat bahwa konsep diri merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah seseorang akan berperilaku negatif atau tidak, sebab perilaku negatif merupakan perwujudan adanya gangguan dalam usaha pencapaian harga diri. Apabila seseorang remaja gagal dalam pencapaian harga diri, maka ia akan merasa kecewa terhadap keadaan diri dan lingkungannya. Ia akan memandang dirinya dengan sikap negatif, sebaliknya apabila seorang remaja berhasil dalam mencapai harga dirinya, maka ia akan merasa puas dengan dirinya maupun terhadap lingkungannya. Hal ini akan membuat ia bersikap positif terhadap dirinya.
Persepsi mengenai tindakan yang mempengaruhi cara atau pandangan hidup, sehingga suatu pemahaman mengenai konsep diri seseorang merupakan dasar yang sangat berguna untuk meramalkan bagaimana seseorang itu akan bertindak.
Ada tiga alasan pentingnya konsep diri dalam menentukan perilaku seperti yang diungkapkan Clara R Pudjijogyanti (1995: 5):
  • Konsep diri mempunyai peranan dalam mempertahankan keseluruhan batin. Apabila timbul perasaan, pikiran dan persepsi yang tidak seimbang atau saling bertentangan satu sama lain, maka akan terjadi situasi psikologis yang tidak menyenangkan. Untuk menyeimbangkan dan menghilangkan ketidakselarasan tersebut, individu akan mengubah perilakunya.
  • Seluruh sikap, pandangan individu terhadap dirinya akan mempengaruhi individu dalam menafsirkan pengalamannya. Sebuah kejadian akan ditafsirkan berbeda antara individu yang satu dengan individu lainnya dikarenakan masing-masing individu mempunyai sikap dan pandangan yang berbeda terhadap dirinya.
  • Konsep diri menentukan pengharapan individu. Pengharapan ini merupakan inti dari konsep diri. Sikap dan pandangan negatif terhadap kemampuan diri akan menyebabkan individu tidak mempunyai motivasi untuk mencapai prestasi yang gemilang.

Literatur
Natawijaya, R. 1979. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Departemen P dan K

Calhoun, James F dan Acocella, J.R. 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan (terjemahan RS Satmoko). Semarang: IKIP Semarang Press

Hurlock, E.B. 1994. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (terjemahan Istiwiayanti). Jakarta: Erlangga


Rakhmat Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Bandung, 1996, Remaja Rosdakarya

Pudjijogyanti, Clara R. 1995. Konsep Diri dalam Pendidikan. Jakarta: PT Arcan

Rabu, 08 Juni 2011

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Prestasi belajar yang dicapai seseorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam maupun dari luar diri individu. Menurut Suryabrata secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu: (1) internal, adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu, yang meliputi factor fisiologis dan faktor psikologis, dan (2) eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar diri individu, yang meliputi faktor sosial dan faktor non sosial.29 Faktor fisiologis berasal dari keadaan jasmani diri individu itu sendiri, biasaanya berhubungan erat dengan fungsi- fungsi fisik misalnya kesehatan, panca indra, dan lain- lain. Faktor psikologis berhubungan erat dengan hal- hal yang bersifat psikis misalnya motivasi, minat, bakat, dan kemampuan kognitif. Faktor sosial yang dimaksud disini adalah faktor manusia (sesama manusia), baik manusia itu ada (hadir) maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Faktor non-sosial boleh dikatakan tidak terbilang jumlahnya, sebagai contoh antara lain yaitu keadaan cuaca, udara, lokasi tempat belajar, dan alat-alat yang dipergunakan untuk belajar.

Menurut Winkel berhasil baik atau tidaknya belajar, tergantung kepada bermacam- macam faktor yaitu:
Karakteristik siswa Karakteristik siswa yang mencakup karakteristik psikis dan fisik. Karakteristik psikis terdiri dari kemampuan intelektual baik inteligensi maupun kemampuan non inteligensi. Kemampuan non inteligensi tersebut meliputi motivasi belajar, sikap, kebiasaan belajar, minat, perhatian, bakat, dan kondisi psikis seperti pengamatan, fantasi. Sedangkan persepsi karakteristik fisik termasuk keadaan indera dan kondisi fisik pada umumnya seperti kesehatan, gizi dan kelelahan.
  1. Pengajar. Faktor pengajar meliputi pengetahuan tentang materi pelajaran, ketrampilan mengajar, minat, motivasi, sikap, perhatian, kesehatan dan kondisi fisik pada umumnya. 
  2. Bahan atau materi yang akan dipelajari. Bahan atau materi yang dipelajari adalah jenis materi, jenis tingkat kesukaran dan kompleksitas.
  3. Media pengajaran. Media pengajaran terdiri dari media yang dipergunakan, kualitas media yang dipakai, dan pemakaian media pengajaran.
  4. Karakteristik fisik sekolah seperti gedung dan fasilitas belajar.
  5. Faktor lingkungan dan situasi meliputi lingkungan alami seperti suhu, kelembaban udara, keadaan musim dan iklim.

Slameto mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: faktor intern dan faktor ekstern. Berikut ini uraian penjelasan secara garis besar dari masing- masing faktor tersebut.
  • Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor intern ini dapat dibagi lagi menjadi tiga faktor yakni: Faktor jasmaniah, factor psikologis, dan faktor kelelahan.
  1. Faktor jasmani. Faktor jasmaniah terbagi menjadi dua, yakni: faktor kesehatan dan cacat tubuh. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu. Sedangkan cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh,misalnya : buta, tuli, dan lain- lain.
  2. Faktor psikologis. Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong kedalam faktor psikologis yang mempengaruhi prestasi belajar, faktor faktor tersebut adalah:
    • Inteligensi. Inteligensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan konsep konsep yang abstrak, secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Inteligensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat inteligensi yang rendah. Pendapat ini didukung dengan penelitian Spiegel dan Bryant, yang menyatakan siswa yang memiliki taraf inteligensi tinggi akan lebih mudah dan cepat dalam mengelola informasi tinggi atau tugas-tugas yang diberikan. Hasil penelitian Gettinger dan White menunjukkan hubungan antarainteligensi dan prestasi belajar berkisar antara 0,56 sampai 0,76.33 Kirbay dan Das, menyatakan bahwa inteligensi yang sifatnya nonverbal berkorelasi positif dengan prestasi belajar.34 Berbeda dengan Cherniss dalam penelitiannya mengatakan sebaliknya, bahwa dalam dunia kerja IQ bukan prediktor utama dalam memprediksikan performansi karyawan.35 Hunter dan Hunter (dalam Cherniss, memperkirakan IQ hanya menyumbang sekitar empat sampai sepuluh persen terhadap kinerja karyawan.
    • Perhatian. Seorang siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar. Maka dari itu usahakanlah bahan pelajaran selalu menarik perhatian dengan cara mengusakan pelajaran itu sesuai dengan hobi atau bakat siswa.
    • Minat. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang,diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang (dalam waktu lama). Berbeda dengan perhatian, minat selalu diikuti dengan perasaan senang dan dari situ diperoleh kepuasaan.
    • Bakat. Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Orang yang berbakat mengetik, misalnya akan lebih cepat dapat mengetik dengan lancar dibandingkan dengan orang lain yang kurang atau tidak berbakat dibidang itu.
    • Motif. Motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau padanya mempunyai motif untuk berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan, dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan atau menunjang belajar. Motif yang kuat sangatlah perlu didalam belajar, didalam membentuk motif yang kuat itu dapat dilaksanakan dengan adanya latihan- latihan atau kebiasaan-kebiasaan dan pengaruh lingkungan yang memperkuat.
    • Kematangan. Kematangan adalah suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Misalnya anak dengan kakinya sudah siap untuk berjalan, tangan dengan jari jarinya sudah siap untuk menulis, dengan otaknya sudah siap untuk berpikir abstrak, dan lain-lain. Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara terus menerus, untuk itu diperlukan latihan- latihan dan pelajaran. Dengan kata lain anak yang sudah siap (matang) belum dapat melaksanakan kecakapannya sebelum belajar. Belajar akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang).
    • Kesiapan. Kesiapan adalah kesedian untuk memberi response atau bereaksi. Kesiapan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.
    Menurut pendapat Sansone, selain ketujuh factor psikologis tersebut diatas, seorang siswa juga harus memotivasi dirinya sendiri didalam belajar. Menumbuhkan dorongan dalam diri untuk mencapai tujuan dan mampu menyesuaikan diri dengan situasi baru. Motivasi diri akan mendorong terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. motivasi diri meliputi ketahanan dan ketekunan serta semangat dalamsetiap melaksanakan suatu pekerjaan. Kemampuan ini mendorong untuk berpikir, merencanakan, dan melaksanakan program sesuai tujuan yang akan dicapai. Siswa yang mampu memotivasi diri akan lebih mudah memahami pelajaran yang disampaikan. 
  3. Faktor kelelahan. Kelelahan dibedakan menjadi dua macam yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmani dapat disebabkan oleh aktivitas siswa yang terlalu banyak, sehingga menyebabkan siswa jatuh sakit. Sedangkan kelelahan rohani, dapat terjadi pada siswa, karena siswa mengalami berbagai masalah sehingga menjadi beban pikirannya.
  • Faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar diri individu yang sedang belajar. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapat di kelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
  1. Faktor keluarga. Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orangtua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua dan latar belakang budaya. Cara orangtua mendidik anak besar pengaruhnya terhadap belajar sianak. Pola asuh orangtua yang terbaik dalam mengasuh anak adalah dengan penuh bijaksana. Orangtua yang bijaksana adalah orangtua yang tahu mempergunakan situasi dan kondisi untuk mendidik anak. Orangtua yang demikian adalah orangtua yang mampu bersikap dominan atau membebaskan anak sesuai dengan situasi dan kondisi anak tersebut. Orangtua harus mampu menciptakan hubungan yang harmonis yang memberikan keamanan dan kebebasan psikologis bagi anak untuk berprestasi. Didalam menumbuhkan motivasi belajar anak sehingga dapat menunjang prestasi belajar di sekolah, orangtua harus mampu menanamkan kepercayaan diri kepada anak bahwa mampu berprestasi, dan selanjutnya orangtua harus mampu menghargai apapun prestasi yang
    dicapai anak.
    Untuk itu orangtua harus mengenali dahulu sifat, perilaku, kebutuhan dan kebiasaan anak. Orangtua harus selalu mengadakan komunikasi dengan anaknya sehingga orangtua akan benar-benar mengerti apa yang diinginkan oleh anaknya dan sebaliknya, anakpun mengetahui apa yang diharapkan orangtua darinya. Tentunya hal ini memerlukan kematangan pribadi dari orangtua. Apabila orangtua telah berhasil menanamkan rasa percaya diri dan mampu menerima anak sesuai dengan keadaan anak tersebut, maka hal kedua yang harus dilakukan orangtua adalah memberikan dukungan dari segi teknis belajar pada anak. Orangtua harus mendorong anak untuk selalu menyukai pelajarannya, dan memberikan bimbingan belajar yang efektif serta efisien bagi anak. Setelah anakmenyukai pelajarannya dan dapat belajar secara efektif, maka anak akan termotivasi untuk berprestasi dibidang pelajaran tersebut.
    Suasana rumah juga merupakan faktor yang penting dalam belajar. Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi didalam keluarga dimana anak berada dan belajar. Agar anak dapat belajar dengan baik perlulah diciptakan suasana rumah yang tenang dan tenteram. Di dalam suasana rumah yang tenang dan tenteram selain anak kerasan atau betah tinggal di rumah, anak juga dapat belajar dengan baik.
    Menurut Haapasalo dan Tremblay , keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak dan remaja dalam mengenal dunia luar. Kondisi keluarga akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Beberapa kondisi keluarga yang mempengaruhi munculnya kenakalan remaja adalah dukungan orang tua, pola asuh, dan kontrol yang longgar. Hal tersebut meliputi pengawasan anak, disiplin keluarga, pendidikan yang berkaitan dengan pemecahan masalah, dan perhatian terhadap aspek keterampilan sosial anak. Ini juga menunjukkan bahwa pola asuh orang tua dalam mendidik anak dapat menjadi sebab munculnya tindakan menyimpang yang dilakukan remaja.
  2. Faktor sekolah.
    Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pengajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
    Metode mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui didalam mengajar. Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Metode mengajar yang kurang baik itu dapat terjadi misalnya karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran, sehingga guru tersebut menyajikannya tidak jelas. Selain itu juga sikap guru terhadap siswa dan terhadap mata pelajaran itu sendiri tidak baik, sehingga siswa kurang senang terhadap pelajaran ataupun gurunya dan akibatnya siswa malas untuk belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka metode mengajar harus diusahakan yang setepat, efisien dan efektif mungkin. Sejalan dengan pendapat
    tersebut Darling-Hammond mengatakan bahwa kualifikasi guru memegang peranan penting dalam prestasi belajar siswa. Bagaimana siswa belajar sangat ditentukan oleh kualifikasi seorang guru.
    Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaranhal ini perlu pembinaan dari guru. Dengan cara belajar yang efektif akan meningkatkan prestasi belajar siswa, dan juga dalam pembagian waktu untuk belajar. Kadang-kadang siswa belajar tidak teratur, atau terusmenerus, karena besok akan tes. Dengan belajar demikian siswa akan kurang beristirahat, bahkan mungkin dapat jatuh sakit. Maka perlu belajar secara teratur setiap hari, dengan pembagian waktu yang baik, memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil belajar.
  3. Faktor masyarakat.
    Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaannya siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat. Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang terlalu banyak, misalnya berorganisasi, belajarnya akan terganggu, lebih- lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Perlulah kiranya membatasi kegiatan siswa dalam masyarakat supaya jangan sampai mengganggu belajarnya. Jika mungkin memilih kegiatan yang mendukung belajar. Kegiatan itu misalnya kursus bahasa inggris, kelompok diskusi dan lain sebagainya. Menurut Wentzel (1998) dalam dunia pendidikan hubungan interpersonal memiliki hubungan positif dengan prestasi akademik dan minat terhadap kegiatan akademik.
    Selain hal-hal tersebut, kebiasaan belajar dan pengisian waktu luang adalah faktor yang sangat berpengaruh dalam kemajuan dan juga menurunya prestasi belajar. Siswa yang memiliki kebiasaan belajar yang efektif dan pengisian waktu luang yang bermanfaat akan memperoleh prestasi belajar yang tinggi.
Faktor-faktor yang dikemukakan oleh beberapa tokoh tersebut di atas sangat besar pengaruhnya dalam prestasi belajar, karena prestasi belajar yang dicapai seorang siswa merupakan interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri maupun dari luar diri siswa.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor yang berasal dari dalam diri (internal) dan dari luar diri (eksternal) individu yang belajar. Dengan pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para tokoh mengenai faktor- faktor prestasi belajar, maka penelitian ini dispesifikasikan faktor penunjang prestasi belajar pada faktor internal yaitu kebiasaan belajar dan pengisian waktu luang.
Literatur

Suryabrata, S .1984. Pembimbing ke Psikodiagnostik. Edisi II. Yogyakarta : Raka Press.

Winkel, W.S. 1991. Psikologi pengajaran.. Jakarta : P.T. Gramedia

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta

Spiegel, M.R, & Bryant, D.N. 1978. Is Speed Of Processing Information Related To Intelligence and Achievement. Journal of Educational Psychology. 70, 904- 915.

Gettinger, M. and White, M.A. 1979. Which Is The Stronger Correlate of School Learning Time Learn of Measured Intelligence. Journal of Educational Psychology. 71(4). 405-412

Kirbay, J.R and Das, J.P. 1977. Reading Achievement, IQ, and Simultaneous, Successive Processing. Journal Of Educational Psychology. 69. 564-570

Cherniss, C. 2000. Emotional Intelligence : What it is and why it matters. Paper Prenseted At The Annual Meeting Of the society for Industrial And Organizational Psychology, New Orleans, 2A. 15 april. www.eiconsortium.org


Wolters, C.A. 1998. Self-Regulated and College Students’ Regulation of Motivation. Journal of Educational Psychology. 90, 224-235

Haapasalo, J., and Tremblay, R.E. 1994. Physically Aggressive Boys From Ages 6 to 12 : Family background, Parenting Behavior, and Prediction of delinguency. Journal of Consulting and Clinical Psychology. 62, 1044-1052.

Kaplan, L.S. and Owing,W.A. 2001. Teacher Quality and Student Achievement :Recommendations For Principals. http://www.nctg.org/issues/principls.html

Pengertian Prestasi Belajar

Keberhasilan belajar seseorang dalam bidang pendidikan adalah prestasi belajar. Prestasi belajar adalah tingkat kemampuan aktual yang dapat diukur berupa penguasaan ilmu pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang dicapai siswa sebagai hasil dari apa yang dipelajarinya di sekolah. Keberhasilan siswa yang digambarkan melalui pencapaian hasil belajar yang obyektif merupakan kristalisasi dari berbagai komponen yang saling terkait dan saling berpengaruh.

Menurut Echols dan Shadily prestasi adalah terjemahan dari kata achievement. Achievement merupakan suatu tingkat khusus perolehan atau hasil keahlian dan karya akademis siswa yang dinilai oleh guru lewat tes-tes yang dibakukan atau lewat kombinasi kedua hal tersebut. Pengertian-pengertian tersebut memberikan arti bahwa prestasi adalah segala hasil usaha yang dilakukan dengan mengandalkan segala daya dan upaya. Depdikbud merumuskan pengertian prestasi belajar sebagai hasil yang dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh seorang siswa.20 Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru.

Prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa. Penilaian yang dimaksud adalah penilaian yang dilakukan untuk menentukan seberapa jauh proses belajar dan hasil belajar siswa telah sesua i dengan tujuan instruksional yang sudah ditetapkan, baik menurut aspek isi, maupun aspek perilaku.21 Menurut Masrun dan Martaniah prestasi belajar digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui sejauhmana siswa dapat menguasai bahan pelajaran yang sudah diajarka n dan dipelajarinya.22 Pendapat yang sama dikemukakan oleh Suryabrata mengemukakan prestasi belajar adalah sejauh mana tingkat kemampuan peserta didik telah menguasai bahan pelajaran yang telah diajarkan kepadanya.

Mangindaan dkk mengatakan bahwa prestasi belajar siswa merupakan hasil belajar yang dicapai siswa pada saat dilakukan evaluasi.24 Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah dipelajari, sehingga dapat diperoleh gambaran pencapaian program pengajaran secara menyeluruh. Prestasi belajar yang dicapai siswa tidak diperoleh dengan sendirinya, tetapi merupakan usaha belajar yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Menurut pandangan Azwar, pengertian prestasi atau keberhasilan belajar ini dapat dioperasionalkan dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai rapor, indeks prestasi studi, angka kelulusan, dan sebagainya.

Nunnally mendefinisikan prestasi belajar sebagai gambaran sejauhmana seseorang telah mengetahui atau menguasai dan memiliki kecakapan dan pengetahuan dari sesuatu yang telah dipelajari.26 Adapun fungsi dari prestasi belajar itu oleh Super dan Crites.27 dinyatakan sebagai penilaian hasil belajar dan, prestasi belajar dapat pula digunakan sebagai prediktor keberhasilan proses belajar di kemudian hari.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil penilaian yang dilakukan oleh pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar siswa, untuk menjadi ukuran sejauh mana siswa telah menguasai bahan pelajaran yang telah dipelajarinya. Pada penelitian ini prestasi belajar dapat dilihat dari indeks prestasi atau nilai rata-rata rapor semester akhir.

Literatur 


Echols, J.M., dan Shadily, H. 1996. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta : P.T. Gramedia

Chaplin, J.P. 1999. Dictionary of Psychology. New York : David McKay Company Inc.

Depdikbud. 1991. Kurikulum Petunjuk Pelaksanaan Penilaian. Jakarta : Dirjen Dikdasmen.

Winkel, W.S. 1991. Psikologi pengajaran.. Jakarta : P.T. Gramedia.

Masrun dan Martaniah, S.M. 1973. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Suryabrata 1993.Psikologi Pendidikan. Edisi I Cet 6. Jakarta : Rajawali Press.

Mangindaan, C.S., Sembiring, S.K., dan Livingstone, J.D. 1988. National Assement of The Quality of Educational Indonesia. Jakarta : BP3K, Depdikbud.


Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Nunnally, J.C. 1981. Psychometric Theory 3rd edition. New Delhi : Tata McGraw- Hill Publishing Company Limited.

Super, D.E., and Crites, J.O. 1962. Apprising Vocational Fitness by Means of Psychological Test. Tokyo : Harper Internasional Student Reprint

Anastasi, A. 1990. Psychological Testing, 6th ed. New York : MacMillan Publishing Company.

Pengertian Belajar

Dalam keseluruhan proses pendidikan disekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Belajar itu sendiri menurut Knowles adalah suatu perubahan dalam perilaku, keterangan, pengetahuan, pemahaman, sikap, keterampilan atau kemampuan yang dapat dipertahankan dan tidak dapat dianggap berasal dari pertumbuhan jasmaniah atau pengembangan polapola perilaku yang terwariskan.

Dcecco dan Crawford mengemukakan belajar sebagai proses perubahan perilaku, artinya seseorang dikatakan telah belajar, bila ia dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya. Dalam kenyataannya tidak semua perubahan tingkah laku terjadi karena proses belajar. Ada perubahan tingkah laku yang terjadi karena faktor kelelahan, pengaruh obat-obatan, kemasakan dan pertumbuhan fisik. Perubahan tingkah laku yang terjadi karena pengaruh hal- hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hasil belajar atau kegiatan belajar menurut Lindgren.

Suryabrata berpendapat bahwa belajar merupakan proses terjadinya perubahan pada individu baik lahir maupun batin dan bersifat positif, yaitu perubahan yang menuju kearah perbaikan. Namun tidak semua perubahan yang terjadi disebabkan oleh proses belajar misalnya pada bayi yang semula tidak bisa memegang benda kemudian dapat memegang, hal ini terjadi karena proses kematangan (maturity).

Cronbach mengatakan bahwa manusia dalam interaksi dengan lingkungannya sering mendapatkan  pengalaman-pengalaman baru yang dapat mempengaruhi atau merubah tingkah lakunya. Perubahan tingkah laku yang terjadi karena hasil pengalaman tersebut disebut belajar.

Menurut Hamalik belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.

Masrun dan Martaniah juga mengatakan bahwa belajar merupakan proses perubahan yang terjadi pada diri manusia baik lahir maupun batin, dan perubahan tersebut menuju kearah perbaikan. Perubahan belajar ditandai oleh perubahan perilaku yang relatif permanen dan disebabkan oleh pengalaman dan latihan. Pendapat-pendapat di atas juga sejalan dengan yang dikemukakan oleh Syah, bahwa belajar adalah sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sehubungan dengan pengertian itu perlu diutarakan sekali lagi bahwa perubahan tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan, keadaan gila, mabuk , lelah, dan jenuh tidak dapat dipandang sebagai proses belajar.

Belajar menurut Slameto adalah merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sardiman mengatakan bahwa seseorang itu belajar karena berinteraksi dengan lingkungannya dalam rangka mengubah tingkah laku. Belajar dapat dikatakan sebagai upaya perubahan tingkah laku dengan serangkaian kegiatan, seperti membaca, mendengar, mengamati, meniru, dan lain sebagainya. Atau dengan kata lain belajar sebagai kegiatan psikofisik untuk menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Oleh karena dalam belajar perlu ada proses internalisasi, sehingga akan menyangkut matra kognitif, afektif dan psikomotorik.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses dasar daripada perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan perilaku yang baik secara aktual maupun potensial. Perubahan tingkah laku yang dihasilkan tersebut harus bersifat positif yaitu menuju ke arah yang lebih baik dan berlaku dalam jangka waktu yang relatif lama. Perubahan perilaku tersebut terjadi karena adanya usaha yang disengaja dan juga adanya proses pelatihan dan pengalaman.

Literatur

DeCecco, J.P, & Crowford, W.R. 1977. The Psychology OF Learning and Instruction, Educational Psychology (2nd ed). New Delhi : Prentice Hall Of India, Private Limited.

Dalam Soejono, S.M. 1989. Prestasi Belajar Mahasisiwa PMDK & Non PMDK (ditinjau dari Segi Inteligensi, Kebiasaan Belajar, Pendidikan Orang Tua, Status sekolah & Jenis Kelamin Di Fakultas Keguruan & Ilmu pendikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tesis (tidak diterbikan). Yogyakarta : UGM.

Suryabrata 1995. Psikologi Pendidikan. Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada 13 Hamalik, O. 1990. Metode Belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar. Bandung : “Tarsito” Bandung

Masrun dan Martaniah, S.M. 1973. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Syah, M. 2002. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.

Sardiman, A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada.


Minggu, 05 Juni 2011

Sejarah Kota Batu


Sejak abad ke-10, wilayah Batu dan sekitarnya telah dikenal sebagai tempat peristirahatan bagi kalangan keluarga kerajaan, karena wilayah adalah daerah pegunungan dengan kesejukan udara yang nyaman, juga didukung oleh keindahan pemandangan alam sebagai ciri khas daerah pegunungan.
Pada waktu pemerintahan Raja Sindok , seorang petinggi Kerajaan bernama Mpu Supo diperintah Raja Sendok untuk membangun tempat peristirahatan keluarga kerajaan di pegunungan yang didekatnya terdapat mata air. Dengan upaya yang keras, akhirnya Mpu Supo menemukan suatu kawasan yang sekarang lebih dikenal sebagai kawasan Wisata Songgoriti.
Atas persetujuan Raja, Mpu Supo yang konon kabarnya juga sakti mandraguna itu mulai membangun kawasan Songgoriti sebagai tempat peristirahatan keluarga kerajaan serta dibangunnya sebuah candi yang diberi nama Candi Supo.
Ditempat peristirahatan tersebut terdapat sumber mata air yang mengalir dingin dan sejuk seperti semua mata air di wilayah pegunungan. Mata air dingin tersebut sering digunakan mencuci keris-keris yang bertuah sebagai benda pusaka dari kerajaan Sendok. Oleh karena sumber mata air yang sering digunakan untuk mencuci benda-benda kerajaan yang bertuah dan mempunyai kekuatan supranatural (Magic) yang maha dasyat, akhirnya sumber mata air yang semula terasa dingin dan sejuk akhirnya berubah menjadi sumber air panas. Dan sumberair panas itupun sampai saat ini menjadi sumber abadi di kawasan Wisata Songgoriti.
Wilayah Kota Batu yang terletak di dataran tinggi di kaki Gunung Panderman dengan ketinggian 700 sampai 1100 meter di atas permukaan laut, berdasarkan kisah-kisah orang tua maupun dokumen yang ada maupun yang dilacak keberadaannya, sampai saat ini belum diketahui kepastiannya tentang kapan nama "B A T U" mulai disebut untuk menamai kawasan peristirahatan tersebut.
Dari beberapa pemuka masyarakat setempat memang pernah mengisahkan bahwa sebutan Batu berasal dari nama seorang ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bernama Abu Ghonaim atau disebut sebagai Kyai Gubug Angin yang selanjutnya masyarakat setempat akrab menyebutnya dengan panggilan Mbah Wastu. Dari kebiasaan kultur Jawa yang sering memperpendek dan mempersingkat mengenai sebutan nama seseorang yang dirasa terlalu panjang, juga agar lebih singkat penyebutannya serta lebih cepat bila memanggil seseorang, akhirnya lambat laun sebutan Mbah Wastu dipanggil Mbah Tu menjadi Mbatu atau batu sebagai sebutan yang digunakan untuk Kota Dingin di Jawa Timur.
Bioskop "Mimosa" di Batu (1941)
Sedikit menengok ke belakang tentang sejarah keberadaan Abu Ghonaim sebagai cikal bakal serta orang yang dikenal sebagai pemuka masyarakat yang memulai babat alas dan dipakai sebagai inspirasi dari sebutan wilayah Batu, sebenarnya Abu Ghonaim sendiri adalah berasal dari JawaTengah. Abu Ghonaim sebagai pengikut Pangeran Diponegoro yang setia, dengan sengaja meninggalkan daerah asalnya Jawa Tengah dan hijrah dikaki Gunung Panderman untuk menghindari pengejaran dan penangkapan dari serdadu Belanda (Kompeni)
Abu Ghonaim atau Mbah Wastu yang memulai kehidupan barunya bersama dengan masyarakat yang ada sebelumnya serta ikut berbagi rasa, pengetahuan dan ajaran yang diperolehnya semasa menjadi pengikut Pangeran Diponegoro. Akhirnya banyak penduduk dan sekitarnya dan masyarakat yang lain berdatangan dan menetap untuk berguru, menuntut ilmu serta belajar agama kepada Mbah Wastu.
Bermula mereka hidup dalam kelompok (komunitas) di daerah Bumiaji, Sisir dan Temas akhirnya lambat laun komunitasnya semakin besar dan banyak serta menjadi suatu masyarakat yang ramai.
Sebagai layaknya Wilayah Pegunungan yang wilayahnya subur, Batu dan sekitarnya juga memiliki Panorama Alam yang indah dan berudara sejuk, tentunya hal ini akan menarik minat masyarakat lain untuk mengunjungi dan menikmati Batu sebagai kawasan pegunungan yang mempunyai daya tarik tersendiri. Untuk itulah di awal abad 19 Batu berkembang menjadi daerah tujuan wisata, khususnya orang-orang Belanda, sehingga orang-orang Belanda itupun membangun tempat-tempat Peristirahatan (Villa) bahkan bermukim di Batu.
Situs dan bangunan-bangunan peninggalan Belanda atau semasa Pemerintahan Hindia Belanda itupun masih berbekas bahkan menjadi aset dan kunjungan Wisata hingga saat ini. Begitu kagumnya Bangsa Belanda atas keindahan dan keelokan Batu, sehingga bangsa Belanda mensejajarkan wilayah Batu dengan sebuah negara di Eropa yaitu Switzerland dan memberikan predikat sebagai De Klein Switzerland atau Swiss kecil di Pulau Jawa.
Peresmian pemandian Selecta (1900-1920)
Peninggalan arsitektur dengan nuansa dan corak Eropa pada penjajahan Belanda dalam bentuk sebuah bangunan yang ada saat ini serta panorama alam yang indah di kawasan Batu sempat membuat Bapak Proklamator sebagai The Father Foundation of Indonesia yaitu Bung Karno dan Bung Hatta setelah Perang Kemerdekaan untuk mengunjungi dan beristirahat di kawasan Selecta Batu

Rujukan:


.

Biografi Munir Said Thalib (1965-2004)

Munir Said Thalib
Munir Said Thalib

Munir adalah pria sederhana yang bersahaja. Ia merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara Said Thalib dan Jamilah. Ia adalah seorang tokoh, seorang pejuang sejati, seorang pembela HAM di indonesia. Pria kelahiran Malang, 8 Desember 1965 ini adalah seorang aktivis muslim ekstrim yang kemudian beralih menjadi seorang Munir yang menjunjung tinggi toleransi, menghormati nilai-nilai kemanusiaan, anti kekerasan dan berjuang tanpa kenal lelah dalam melawan praktek-praktek otoritarian serta militeristik.

Munir adalah seorang aktivis yang sangat aktif memperjuangkan hak-hak orang tertindas. Selama hidupnya ia selalu berkomitmen untuk selalu membela siapa saja yang haknya terdzalimi. Tidak gila harta, pangkat, jabatan, dan juga fasilitas. Ia membuktikannya dengan perbuatan. Ketika ia mendapatkan hadiah ratusan juta rupiah sebagai penerima "The Right Livelihood Award" ia tidak menikmatinya sendiri, melainkan membagi dua dengan Kontras, dan sebagian lagi diserahkan kepada ibunda tercintanya. Di tengah maraknya pejabat berebut fasilitas, Munir malah tidak tergoda. Ia tetap menggunakan sepeda motor sebagai teman kerjanya. Seorang tokoh kelas dunia yang sangat bersahaja.

Gelar SH didapatkannya dari sebuah universitas terkemuka di Malang, Unibraw. Selama menjadi mahasiswa, Munir dikenal sebagai aktivis kampus yang sangat gesit. Ia pernah menjadi Ketua senat mahasiswa fakultas hukum Unibraw pada tahun 1998, koordinator wilayah IV asosiasi mahasiswa hukum indonesia pada tahun 19989, anggota forum studi mahasiswa untuk pengembangan berpikir di Unibraw pada tahun 1988, Sekretaris dewan perwakilan mahasiswa hukum Unibraw pada tahun 1988, sekretaris al-Irsyad cabang Malang pada 1988, dan menjadi anggota Himpunan Mahsiswa Islam (HMI).

Munir mewujudkan keseriusannya dalam bidang hukum dengan cara melakukan pembelaan- pembelaan terhadap sejumlah kasus, terutama pembelaannya terhadap kaum tertindas. Ia juga mendirikan dan bergabung dengan berbagai organisasi, bahkan juga membantu pemerintah dalam tim investigasi dan tim penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU).

Beberapa kasus yang pernah ia tangani yaitu pada kasus Araujo yang dituduh sebagai pemberontak melawan pemerintahan Indonesia untuk memerdekakan Timor timur dari Indonesia pada 1992, kasus Marsinah (seorang aktivis buruh) yang dibunuh oleh militer pada tahun 1994, menjadi penasehat hukum warga Nipah, Madura, dalam kasus pembunuhan petani-petani oleh militer pada tahun 1993, menjadi penasehat hukum mahasiswa dan petani di Pasuruan, dalam kasus kerusuhan di PT.Chief Samsung, dengan tuduhan sebagai otak kerusuhan pada tahun 1995, Penasehat hukum Muhadi (sopir) yang dituduh melakukan penembakan terhadap seorang polisi di Madura, Jawa Timur pada 1994, penasehat hukum para korban dan keluarga Korban Penghilangan Orang secara paksa 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta pada tahun 1997 hingga 1998, penasehat hukum korban dan keluarga korban pembantaian dalam tragedi Tanjung Priok 1984 hingga 1998, penasehat hukum korban dan keluarga korban penembakan mahasiswa di Semanggi I (1998) dan Semanggi II (1999), penasehat hukum dan koordinator advokasi kasus- kasus pelanggaran berat HAM di Aceh, Papua, melalui Kontras. Termasuk beberapa kasus di wilayah Aceh dan Papua yang dihasilkan dari kebijakan operasi Militer. Munir juga aktif di beberapa kegiatan advokasi dalam bidang perburuhan, pertanahan, Lingkungan, Gender dan sejumlah kasus pelanggaran hak sipil dan politik.

Pada Tahun 2003, Munir bersikeras untuk ikut dengan sejumlah aktivis senior dan aktivis pro demokrasi mendatangi DPR paska penyerangan dan kekerasn yang terjadi di kantor Tempo, padahal ia masih diharuskan beristirahat oleh dokter.

Pada tahun 2004, Munir juga bergabung dengan Tim advokasi SMPN 56 yang digusur oleh Pemda. Selain itu, ia juga seorang yang aktif menulis di berbagai media cetak dan elektronik yang berkaitan dengan tema-tema HAM, Hukum, Reformasi Militer dan kepolisian, Politik dan perburuhan.

Munir adalah sosok pemberanni dan tangguh dalam meneriakkan kebenaran. Ia adalah seorang pengabdi yang teladan, jujur, dan konsisten. Berkat pengabdiannya itulah, ia mendapatkan pengakuan yang berupa penghargaan dari dalam negeri dan luar negeri. Di dalam negeri, ia dinobatkan sebagai Man Of The Year 1998 versi majalah UMMAT, penghargaan Pin Emas sebagai Lulusan UNIBRAW yang sukses, sebagai salah seorang tokoh terkenal Indonesia pada abad XX, Majalah Forum Keadilan. Semenatara di luar negeri, ia dinobatkan menjadi As Leader for the Millenniumdari Asia Week pada tahun 2000, The Right Livelihood Award (Alternative Nobel Prizes)untuk promosi HAM dan kontrol sipil atas militer, Stockholm pada December 2000, dan An Honourable Mention of the 2000 UNESCO Madanjeet Singh Prize atas usaha- usahanya dalam mempromosikan toleransi dan Anti Kekerasan, Paris, November 2000.

Wafat
Munir wafat pada tanggal 7 September 2004, di pesawat Garuda GA-974 kursi 40 G dalam sebuah penerbangan menuju Amsterdam, Belanda. Perjalanan itu adalah sebuah perjalanan untuk melanjutkan study-nya ke Universitas Utrecht. Ia dibunuh dengan menggunakan racun arsenik yang yang ditaruh ke makanannya oleh Pollycarpus Budihari Priyanto. Pollycarpus adalah seorang pilot Garuda yang waktu itu sedang cuti. Dan pada saat keberangkatan Munir ke Belanda, secara kontroversial ia diangkat sebagai corporate security oleh Dirut Garuda. Sampai sekarang, kematian seorang Munir, sang Pahlawan orang Hilang, sang pendekar HAM ini masih sebuah misteri. Jenazahnya dimakamkan di taman makam umum kota Batu. Ia meninggalkan seorang istri bernama Suciwati dan dua orang anak, yaitu Sultan Alif Allende dan Diva. Sejak tahun 2005, tanggal kematian Munir, 7 September, oleh para aktivis HAM dicanangkan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia.

Untuk memperingati satu tahun kepergian Munir, diluncurkan film dokumenter karya Ratrikala Bhre Aditya dengan judul Bunga Dibakar di Goethe-Institut, Jakarta Pusat, 8 September 2005. Film ini menceritakan perjalanan hidup Munir sebagai seorang suami, ayah, dan teman. Munir digambarkan sosok yang suka bercanda dan sangat mencintai istri dan kedua anaknya. Masa kecil Munir yang suka berkelahi layaknya anak-anak lain dan tidak pernah menjadi juara kelas juga ditampilkan. Munir dibunuh di era demokrasi dan keterbukaan serta harapan akan hadirnya sebuah Indonesia yang dia cita-citakan mulai berkembang. Semangat inilah yang ingin diungkapkan lewat film ini.
Sebuah film dokumenter lain juga telah dibuat, berjudul Garuda's Deadly Upgrade hasil kerja sama antara Dateline (SBS TV Australia) dan Off Stream Productions.Pada peringatan tahun kedua, 7 September 2006, di Tugu Proklamasi diluncurkan film dokumenter berjudul "His Strory". Film ini bercerita tentang proses persidangan Pollycarpus dan fakta-fakta yang terungkap di pengadilan.
Sejak 2005, tanggal kematian Munir 7 September, oleh para aktivis HAM dicanangkan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia.

Kronologi Pembunuhan Munir
Tiga jam setelah pesawat GA-974 take off dari Singapura, awak kabin melaporkan kepada pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang bernama Munir yang duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit. Munir bolak balik ke toilet. Pilot meminta awak kabin untuk terus memonitor kondisi Munir. Munir pun dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan berprofesi dokter yang juga berusaha menolongnya. Penerbangan menuju Amsterdam menempuh waktu 12 jam. Namun dua jam sebelum mendarat 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam di bandara Schipol Amsterdam, saat diperiksa, Munir telah meninggal dunia.
Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir, meskipun ada yang menduga bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya.
Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut. Selain itu Presiden Susilo juga membentuk tim investigasi independen, namun hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah diterbitkan ke publik.
Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Pr, yang kebetulan juga orang dekat Prabowo Subianto dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah otak pembunuhan Munir[1]. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya[2].Namun demikian, pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas. Vonis ini sangat kontroversial dan kasus ini tengah ditinjau ulang, serta 3 hakim yang memvonisnya bebas kini tengah diperiksa[3].

Curriculum Vitae

Nama
:
Munir Said Thalib, SH
Tempat Tanggal Lahir
:
Malang, 8 Desember 1965
Pendidikan Terakhir
:
S1, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang.
Pengalaman Organisasi
Selama mahasiswa, Munir muda dan cerdas bergabung dan meminpin sejumlah organisasi;
  • Ketua senat mahasiswa fakultas hukum Unbraw Malang, 1988
  • Koordinator wilayah IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia, 1989
  • Anggota Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir, Unbraw 1988
  • Sekertaris Dewan Perwakilan Mahasiswa Hukum UNBRAW, 1988
  • Sekertaris Al Irsyad cabang Malang, 1988
  • Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Keseriuasan dalam bidang hukum dan persoalan sosial disekitarnya diwujudkan dalam bentuk pembelaan-pembelaan terhadap sejumlah kasus, mendirikan/bergabung dengan berbagai organisasi, bahkan juga membantu pemerintah dalam tim investigasi dan tim penyusunan Rancangan Undang-Undang ;
  • Divisi Hukum, Komite Solidaritas Untuk Marsinah (KASUM). KASUM adalah komite yang didirikan oleh 10 LSM. KASUM merupakan lembaga yang ditujukan khusus untuk mengadvokasi dan investigasi kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah oleh Aparat Militer. KASUM melakukan berbagai aktifitas untuk mendorong perubahan and menghentikan intervensi militer dalam penyelesaian perselisihan perburuhan.
  • Koordinator Komite Solidaritas Untuk Buruh (KSUB) Surabaya (1994).KSUB adalah lembaga yang didirikan oleh 7 LSM, bertujuan untuk pengembangan dan pendidikan pemberdayaan buruh-buruh. KSUB juga melakukan kampanye untuk perubahan kebijakan pengupahan yang layak bagi buruh.
  • Anggota Presedium Nasional Komisi Independen Pemantauan Pemilihan Umum, 1997-2000.
  • Anggota Badan Penasehat KOMPAK (Komite Mahasiswa Menentang Kekerasan), Komite ini didirikan oleh organ atau elemen mahasiswa yang berusaha menentang kekerasan dan militerisme. (1997-to date).
  • Anggota Dewan Penasehat Formasi (Forum Mahasiswa Syariah Indonesia). Lembaga ini adalah organisasi mahasiswa yang berjuang dan bergerak untuk menciptakan anti kekerasan yang didasari oleh penguatan dari pengajaran Islam (1999-to date).
  • Pendiri dan Koordinator KIPP HAM (Komisi Independen Pemantauan Pelanggaran HAM), 1996. KIPP HAM adalah jaringan dari berbagai LSM dan organisasi Massa yang bertujuan untuk memonitor dan advokasi kasus-kasus kekerasan yang dilakukan oleh negara dan konflik horisontal. Pada Maret 1998 KIPP HAM dirubah menjadi KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan).
  • Anggota Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM di Timor Timur pada sebelum, selama dan sesudah kerusuhan 1999.
  • Anggota Tim Penyusunan Rancangan Undang-Undang Pengadilan HAM, 2000.
  • Anggota Tim Penyusunan Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, 2000.
Karir
  • Tenaga Relawan LBH Surabaya, 1989.
  • Ketua LBH Surabaya, Pos Malang, 1991.
  • Koordinator Divisi Perburuhan dan Divisi Sipil & Politik LBH Surabaya, 1992-1993.
  • Kepala Bidang Operasional, LBH Surabaya, 1993-1995.
  • Direktur LBH Semarang, 1996.
  • Sekertaris bidang Operasional YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), 1996.
  • Wakil ketua YLBHI bidang Operasional, 1997-2001.
  • Koordinator Badan Pekerja Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), 1998.
  • Pendiri dan Inisiator Lembaga Perdamaian dan Rekonsiliasi (Lerai) yang menangani kasus konflik horisontal (seperti konflik idi Maluku).
  • Ketua Dewan Pengurus KontraS, 2000-2004.
  • Anggota Dewan Penasehat Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor Leste (Commissao de Acolhimento, Verdade e Reconcilicao de Timor Leste (CAVR)), 2003.
  • Executive Director of Imparsial (The Indonesian Human Rights Monitor), 2002-2004.
  • Anggota Kelompok Kerja “ Security Sector Reform ”, Pro-Patria, ...- akhir hayat
  • Anggota Istisyariah Al Irsyad, ..-akhir hayat
Penghargaan yang Pernah Diterima semasa Hidup
Atas pengabdian yang dibarengi dengan keteladanan, kejujuran dan konsistensinya, Munir mendapatkan beberapa pengakuan berupa penghargaan dari pihak-pihak di dalam negeri maupun masyarakat Internasional, seperti;
  • As Leader for the Millennium dari Asia Week, 2000.
  • Man of the Year 1988 dari Majalah UMMAT.
  • Salah seorang tokoh terkenal Indonesia pada abad XX, Majalah Forum Keadilan.
  • Penghargaan Pin Emas sebagai Lulusan UNBRAW yang sukses.
  • The Right Livelihood Award (Alternative Nobel Prizes) untuk promosi HAM dan control sipil atas militer, Stockholm, December 2000.
  • An Honourable Mention of the 2000 UNESCO Madanjeet Singh Prize atas usaha-usahanya dalam mempromosikan tolerasnsi dan Anti Kekerasan, Paris, November 2000.

Rujukan :

(Hanafi Muhammad Nur) Santri al-Azhar Kairo asal Malang