Rabu, 27 Juli 2011

Gejala dan Efek Stres Kerja


Saat kita mengalami suatu tekanan, maka stres kerja akan nampak melanda seseorang sehingga akan mengakibatkan timbulnya dampak-dampak negatif yang sangat bergantung pada tiap masing-masing individu dalam memandang stres kerja dan usaha dalam mengatasinya. Apabila tidak dapat mengatasinya, maka akan menimbulkan dampak yang berpengaruh terhadap kondisi fisiologis individu maupun prilaku.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Holmes dan Rahe atas 80 resisten di negara Seatle USA selam dua tahun, disimpulkan sebagai berikut:
  1. 86 % orang mendapa skor di atas 300 dalam satu periode 1 tahun, mendapat sakit berat.
  2. 48 % orang mendapat skor antara 150-300 menjadi sakit.
  3. 33 % dari mereka mendapat skor kurang dari 150, mengalami perubahan dalam kesehatan mereka (Latting, 2002 : 2).

Cooper dan Strow (dalam Umar 2001: 2). Stres kerja dapat menimbulkan gejala lingkungan, gejala ditempat kerja dan tingkah laku.

Mengenai dampak yang terjadi sebagai akibat stres kerja pada seseorang, Siagian (1995: 300) mengatakan bahwa stres kerja yang menampakan dirinya dalam berbagai bentuk seperti tekanan darah tinggi, mudah tersinggung, sukar mengambil keputusan yang sederhana sekalipun, kehilangan nafsu makan, cenderung mengalami kecelakaan kerja dan berbagai bentuk lainnya.

Untuk mengurangi dampak yang terjadi sebagai akibat dari stress relaksasi merupakan aspek penting dalam manajemen stres, karena itu, para ahli meyakinkan bahwa teori-teori relaksasi sangat bermanfaat bila dapat dipraktekan dalam kehidupan mereka yang stres kerja. Sedangkan para pengembang teori relaksasi mengatakan bahwa relaksasi adalah sebuah cara
efektif untuk mengembalikan dan memperoleh ketenangan kondisi lingkungan yang santai.

Ada empat pendekatan terhadap stres kerja, yaitu dukungan social (social support), meditasi (meditation), biofeedback, dan program kesehatan pribadi (personal wellness programs). Pendekatan tersebut sesuai dengan pendapat Keith Davis & John W. Newstrom, (dalam Mangkunegara, 2002: 157-158)

Tabel berikut ini menyajikan dua pendekatan dalam mengelola stres kerja.

Pendapat lain mengungkapkan, bahwa ada tiga komponen yang digunakan dalam mengendalikan atau mengelola stres kerja, yaitu: (Suroto, 2001: 148- 151).
  1. Logika, Logika yang digunakan disebut logika timbangan, kalau sebelah kiri (keinginan) lebih berat dari yang kanan (realitas, maka ada tiga pilihan yang mungkin dilakukan.
a)      Realitasnya ditambah atau dibuat sesuai dengan keinginannya.
b)      Keinginan yang diubah atau dikurangi, agar seimbang dengan realitasnya.
c)      Kompromi, realitas diupayakan semaksimum mungkin dan keinginannya disesuaikan dengan realitas yang bisa diupayakan.
  1. Sikap-sikap yang mendasar semua tingkah laku agar bisa mengendalikan (menghindari, mencegah, mengatasi stres kerja).
a)      Sikap utama: iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sikap cinta kasih, realitas, objektif, positif, dan konstruktif.
b)      Sikap penting antara lain: optimistis, pemurah, bersahaja, sabar, serius serta santai.
  1. Teknik pengendalian stres kerja
a)      Rasa panik dihilangkan dengan jalan memperkirakan atau mengantisipasi akibat buruk dalam mengambil sikap
b)      Rasa iri dibalik dengan kompensasi menjadi aspirasi positif
c)      Rasa benci dihilangkan dengan mencari kebaikan objek atau kelebihan dan unsur positif dari objek
d)      Kalau kita yang dibenci, jangan kita bereaksi, anggaplah tidak ada apaapa meskipun waspada
e)      Amarah dicegah dengan mencari, memahami dan menerima baik penyebabnya.
f)       Kesedihan diatasi dengan tiga langkah.
1)      Bersikap reality, menerima kasusnya sebagai realitas yang tidak bias Dihindari
2)      Melupakan kesedihan dengan mengisi seluruh waktu dengan mencari kesibukan.
3)      Rasa takut dihadapi dengan cara: menyakinkan diri, mengakui kekurangan atau kelemahan yang terdapat dalam diri kita, rasa kecewa kita atasi dengan keikhlasan dan kesabaran.

Gejala stres kerja dapat menimbulkan dampak negatif yang berpengaruh terhadap kondisi fisiologis apabila tidak dapat mengatasinya. Oleh karena itu dibutuhkan pengelolahan untuk pengendalian stres kerja diantaranya relaksasi karena relaksasi merupakan cara efektif untuk mengembalikan dan memperoleh kondisi yang tenang dan sikap yang utama dalam pengendalian stres yaitu dengan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Refrensi:
Siagian Sondak. (1995), Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara.

Mangkunegara, Anwar Prabu. (2002), Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Bandung: PT.Rosda Karya

Munandar, Ashar S. (2001). Psikologi Industri Dan Organisasi. Jakarta : UI Press.

Robbins, Stephen P. (1999), Prilaku Organisasi, Edisi 2, Jakarta: Prehallindo.

Reaksi-reaksi Stres


Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri karyawan yang berkembang berbagai macam gejala-gejala stres yang dapat menggangu pelaksanaan kerja mereka. Gejala-gejala ini menyangkut kesehatan lingkungan maupun kesehatan mental. Orang yang mengalami stres bias menjadi gelisah dan merasakan kekhawatiran, mereka menjadi mudah marah, tidak dapat rileks, atau menunjukan sikap yang tidak kooperatif. Lebih lanjut, mereka melarikan diri dengan alkohol (minuman keras) atau merokok secara berlebihan. Disamping itu, mereka bahkan bisa terkena berbagai penyakit lingkungan, seperti masalah pencernakan, tekanan darah tinggi serta sulit tidur. (Handoko 1992: 200)

Menurut Robbins (1996: 228), pada umumnya ada tiga kategori gejala yang ditimbulkan oleh stres.
  1. Gejala Fisiologis
Stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan laju detak jantung dan pernafasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan menyebabkan serangan jantung.
  1. Stres Individu
Stres dapat menyebabkan ketidakpuasan, tetapi stres juga muncul dalam keadaan individu lain, misalnya: ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan dan suka menunda-nunda.
  1. Gejala Perilaku
Gejala stres yang dikaitkan dengan prilaku mencakup perubahan dalam produktivitas, absensi dan tingkat keluarnya karyawan, juga perubahan dalam kebiasaan makan, meningkatnya merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur.

Uraian diatas menggambarkan bahwa banyak sekali reaksi-reaksi yang ditimbulakan oleh stres diantaranya kondisi fisik yang tidak stabil dikarenakan banyaknya rangsangan baik itu dari dalam maupun dari luar individu karyawan, lalu tidak bisa mengelola dengan baik sehingga individu karyawan mudah agresif dan tidak bisa rileks.

Sedangkan menurut Agus M Hardjana (1994: 23-26) indikatorindikator stres sebagai berikut:
1)      Gejala fisikal berupa
a)      Sakit kepala, pusing, pening
b)      Tidur tidak teratur: insomnia (susah tidur), tidur terlantur, bangun terlalu awal
c)      Sakit punggung terutama dibagian bawah
d)      Mencret- mencret dan radang usus besar
e)      Sulit buang air besar, sembelit
f)       Gatal- gatal pada kulit
g)      Urat tegang- tegang terutama pada leher dan bahu
h)      Terganggu pencernaanya atau bisulan
i)        Tekanan darah tinggi atau serangan jantung
j)        Keluar keringat banyak
k)      Selera makan berubah
l)        Lelah atau kehilangan daya energi
m)    Bertambah banyak melakukan kekeliruan atau kesalahan dalam kerjadan hidup.
2)      Gejala emosional
a)      Gelisah atau cemas
b)      Sedih, depresi, mudah menangis
c)      Merana jiwa dan hati atau mood berubah- ubah cepat
d)      Mudah panas dan marah
e)      Gugup
f)       Rasa harga diri menurun atau merasa tidak aman
g)      Terlalu peka dan mudah tersinggung
h)      Marah- marah
i)        Gampang menyerang orang dan bermusuhan
j)        Emosi mengering atau kehabisan sumber daya mental (burn out)
3)      Gejala intelektual
a)      Susah berkonsentrasi atau memusatkan pikiran
b)      Sulit membuat keputusan
c)      Mudah terlupa
d)      Pikiran kacau
e)      Daya ingat menurun
f)       Melamun secara berlebihan
g)      Pikiran dipenuhi oleh satu pikiran saja
h)      Kehilangan rasa humor yang sehat
i)        Produktivitas atau prestasi kerja menurun
j)        Mutu kerja rendah
k)      Dalam kerja bertambah jumlah kekeliruan
4)      Gejala interpersonal
a)      Kehilangan kepercayaan kepada orang lain
b)      Mudah mempersalahkan orang lain
c)      Mudah membatalkan janji atau tidak memenuhinya
d)      Suka mencari- cari kesalahan orang lain atau menyerang orang dengan kata- kata
e)      Mengambil sikap terlalu membentengi dan mempertahankan diri
f)       Mendiamkan orang lain.

Refrensi:
Agus M Harjana. (1994). Stres tanpa Distres Seni Mengolah Stres. Yogyakarta: Kanisius

Handoko, Hani. (2002), Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia,Yogyakarta BPFE

Robbins, Stephen P. (1996). Perilaku: Konsep, Kontroversi Dan Aplikasi. Jilid I. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta:Prenhallindo.

Penyebab Stres Kerja


Kondisi yang cenderung menyebabkan stres kerja disebut Stresor. Meskipun stres kerja dapat diakibatkan oleh satu Stresor, namun biasanya karyawan mengalami stres kerja karena kombinasi Stresor. Ada dua kategori penyebab stres kerja, yaitu on-the-job dan off-the-job. (Handoko, 2001: 200)

Menurut Hasibun (2001: 203). Faktor-faktor yang menyebabkan stress kerja antara lain: Beban kerja yang terlalu sulit (berlebihan), tekanan dan sikap pemimpin yang kurang wajar (adil), waktu dan peralatan kerja yang kurang memadahi, konflik antara pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja, dan masalah keluarga.

Sedangkan menurut Robbins (1998: 306), ada tiga kategori yang dapat menyebabkan stres kerja, yaitu:
  1. Faktor Lingkungan
Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi disain dari struktur suatu individu. Ketidakpastian itu juga mempengaruhi tingkat stres di kalangan para karyawan dan individu tersebut. Faktor lingkungan juga dipengaruhi oleh:
a)      Ketidakpastian Ekonomi
Apabila perekonomian suatu bangsa dalam keadaan mengerut, orang akan mengalami kecemasan dan keamanan mereka, karena ayunan kebawah dalam ekonomi sering diiringi dengan pengurangan akan tenaga kerja yang permanen, pemberhentian masal sementara, gaji yang dikurangi, pecat kerja yang lebih pendek, dan semacamnya.
b)      Ketidakpastian Politik
Ancaman dan perubahan politik dapat menyebabkan stres. Oleh karena itu, untuk mencegah kondisi ini, politik suatu negara haruslah stabil sehingga tidak akan cenderung menciptakan stres.
c)      Ketidakpastian Teknologi
Komputer, robotika, otomatisasi, dan berbagai macam inovasi teknologi yang lain merupakan ancaman bagi banyak orang dan dapat menyebabkan para pekerja menjadi stres.
  1. Faktor Organisasi
a)      Tuntunan Tugas
Tuntunan tugas merupakan faktor yang dikaitkan dengan pekerjaan seseorang, yaitu yang mencakup disain pekerjaan individu (otonomi keragaman tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja dan tata letak kerja lingkungan.
b)      Tuntunan Peran
Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam individu.
c)      Tuntunan antar Pribadi
Tuntunan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain, karena itu kurang dukungan sosial dari rekan kerja dan hubungan antara pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres.
d)      Struktur Organisasi
Struktur organisasi menentukan tingkat defferensiasi (pembeda) dalam individu, tingkat aturan dan pengaturan dan dimana keputusan diambil. Aturan yang berlebihan dan kurang partisipasi dalam keputusan mengenai seseorang karyawan merupakan suatu contoh dari variable struktural yang mungkin merupakan sumber potensial dari stres.
e)      Kepemimpinan Individu
Kepemimpinan individu, yaitu tipe kepemimpinan yang menggunakan gaya manajerial dari eksekutif senior individu. Tipe kepemimpinan ini dilakukan oleh beberapa pejabat eksekutif yang menciptakan suatu budaya yang dicirikan oleh suatu ketegangan, rasa takut, dan kecemasan. Mereka membangun tekanan yang tidak realitas untuk berprestasi dalam jangka pendek, memaksakan pengawasan yang lebih ketat, dan secara rutin mencatat karyawan yang tidak dapat mengikuti.
f)       Tahap Organisasi
Individu berjalan melalui suatu daur (siklus). Didirikan tumbuh menjadi dewasa, dan akhirnya merosot. Suatu tahap kehidupan individu yakin dimana dia ada dalam daur tempat tahap ini menciptakan masalah dan tekanan yang berbeda untuk para karyawan. Tahap pendirian dan kemerosotan terutama penuh dengan stres. Yang pertama didirikan oleh besarnya kegairahan dan ketidakpastian, sedangkan yang kedua lazimnya menuntut penguranagan, pemberhentian, dan suatu perangkat ketidakpastian yang berbeda.
  1. Faktor Individu
a)      Masalah Keluarga
Survei nasional secara konsisten menunjukan bahwa orang menganggap hubungan pribadi dan keluarga sebagai suatu yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya suatu hubungan, dan kesulitan disiplin anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres.
b)      Masalah Ekonomi
Masalah ekonomi yang diciptikan individu yang terlalu merentangkan sumber daya keuangan mereka merupakan suatu perangkat kesulitan pribadi lain yang dapat menciptakan stres.
c)      Masalah Kepribadian
Faktor individu penting yang mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderugan dasar dari seseorang. Artinya gejala stres yang diungkapkan.

Penyebab stres kerja memiliki banyak faktor yang bisa mengahambat pekerjaan karyawan pada saat menjalankan tugas. Faktor-faktor tersebut diantaranya faktor lingkungan karena faktor ini sedikit banyak mempengaruhi ekonomi, politik yang mengakibatkan timbulnya stres. Faktor organisasi dalam pekerjaan dan faktor individu juga dapat menyebabkan stres karena tidak ada keseimbangan dan banyaknya tuntutan disalah satu faktor tersebut.

Bagan dibawah ini menggambarkan suatu model stres kerja yang menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya stres kerja (Robbins, 1996: 224).

Gambar diatas menjelaskan bahwa tiga perangkat disebelah kanan dapat dipakai untuk mengidentifikasi stres kerja, yaitu yang pertama factor lingkungan, organisasi dan yang terakhir adalah faktor individu. Apakah faktor-faktor ini akan mengarah pada stres kerja yang aktual, itu sangat bergantung pada tiap masing-masing individu, misalnya pengalaman kerja dan kepribadian, karenanya sikap yang dialami oleh seseorang gejalanya dapat muncul sebagai keluaran atau muncul sebagai fisiologis, individu dan perilaku.

Refrensi:
Handoko, Hani. (2001), Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia,Yogyakarta BPFE.

Hasibun, Malayu. (2001), Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: CV. Mas Agung.

Robbins, Stephen P. (1996). Perilaku: Konsep, Kontroversi Dan Aplikasi. Jilid I. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Prenhallindo.

Jenis Stres Kerja


Menurut Hardjana (1994: 22) pada dasarnya stres kerja dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu:
  1. Eustres kerja
Stres kerja positif atau menguntungkan yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performan yang tinggi
  1. Distres kerja
Stres kerja yang merusak dan merugikan yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan organisasi yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian..

Hans Selye (Dalam Gibson 1985: 205) menganggap stres sebagai tanggapan yang tidak khas terhadap setiap tuntutan terhadap organisme. Ia memberi nama ketiga fase tersebut pertahanan yang dibentuk seseorang jika terjadi stres sebagai Sindrom Adaptasi Umum (SAU). Ketiga fase yang berbeda tersebut diacu sebagai peringatan, perlawanan dan perbedaan. Tahap peringatan (Alarm Stage) adalah awal pengerahan dimana tubuh bertemu tantangan yang ditimbulkan penekanan, mencakup denyut jantung meningkat, tekanan darah naik, pupil mata membesar, otot menegang, dan lain-lain. Tahap perlawanan mencakup kejenuhan, kecemasan dan ketegangan. Tahap terakhir ialah perbedaan (exhaustion), perlawanan yang panjang dan terusmenerus pada akhirnya menghabiskan kekuatan adaptif yang tersedia, dan system perlawanan menjadi kendur.

Refrensi:
Agus M Harjana. (1994). Stres tanpa Distres Seni Mengolah Stres. Yogyakarta: Kanisius
Gibson, Ivenchi, dkk. (1985), Organisasi, Edisi 2, Jakarta: Airlangga.

Pengertian Stres kerja


Pengertian stres kerja dalam kehidupan kerja dianggap sebagia sesuatu yang rumit dan komplek sehingga dalam banyak peristiwa stres kerja dapat diartikan berbeda-beda. Ditinjau dari asal katanya, stres kerja berasal dari beberapa bahasa, di antaranya berasal dari bahasa Inggris kuno, yakni “hardship, distres kerjairs yang artinya “stres kerja”; dalam bahasa Prancis kuno disebut dengan “narrowness yang artinya “stres kerja”; sedangkan dalam bahasa latin kuno disebut “strictia” yang artinya ‘tight’,’narrow.

Menurut Hans Selye seorang tokoh yang pertama kali mengemukakan konsep stres kerja dengan pendekatan biologi pada tahun 1930-an. Stres kerja dipandang sebagai suatu sindrom adaptasi umum yang ditampilkan organisme dalam menghadapi tuntutan atau tantangan. Tuntutan dan tantangan yang dihadapi dapat mengakibatkan respon yang positif (eustres kerja) maupun mengakibatkan respon yang negatif (distres kerja). (Gibson dkk, 1985: 204).

Mangkunegara (2005: 28), ia mengatakan bahwa stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari symptom antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bias rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan pencernaan.

Menurut Handoko (2001: 200), stres kerja adalah kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir pada kondisi seseorang.

Robbins (dalam Anwar 2003: 11), mendefisinisikan stres kerja sebagai suatu kondisi dinamika, dimana seseorang dikonfrontasi dengan sebuah peluang, kendala (constraints) atau tuntunan (demans) yang berkaitan dengan apa yang sangat diinginkan dan hasilnya di persepsikan sebagai tidak pasti dan penting.

Siagian (1995: 300), mengemukakan bahwa stres merupakan kondisi ketegangan yang ditimbulkan oleh tuntunan individu dan lingkungan yang berlebihan pada seseorang.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja itu dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek yang ada dalam pekerjaan karyawan yang tak jarang karyawan mengalami ketidakstabilan daya tahan tubuh, dalam hal ini dapat mempengaruhi daya tahan stres seorang karyawan.

Refrensi :
Anwar, Qomari., (2003), Manajemen Stres Kerja Menurut Pandangan Islam, Jakarta: Almawardi prima.

Gibson, Ivenchi, dkk. (1985), Organisasi, Edisi 2, Jakarta: Airlangga.

Handoko, Hani. (2001), Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia,Yogyakarta BPFE.

Mangkunegara, Anwar Prabu. (2005), Prilaku dan Budaya Organisasi, Bandung: PT. Ravika Aditama.

Siagian Sondak. (1995), Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara.